YayBlogger.com
BLOGGER TEMPLATES

Senin, 23 Januari 2012

Kegiatan yang Menyebalkan


Hari jum’at, minggu pertama aku masuk sekolah setelah dua minggu (dipotong kegiatan mengunjungi markas angkatan laut). Hari ini begitu melelahkan mengingat tugas yang menumpuk untuk akhir pekan. Padahal baru satu minggu memasuki kawasan penuh bahaya(sekolah) tugasnya sudah bejibun.
Di akhir pelajaran hari Jum’at, seluruh murid kelas sepuluh dan sebelas mengikuti kegiatan pramuka. Sedangkan kelas dua belas bimbel untuk bekal menghadapi ujian nasional. Yang membuat menderitanya itu, aku, yang masih duduk di kelas sepuluh harus mengikuti kegiatan pramuka. Sumpah..... di sma lain itu jarang banget ditemuin kegiatan ini. Bukan jarang lagi malahan, kayaknya udah nggak ada. Dan itu membuat semua murid mengeluh.
Seperti biasanya yang terjadi ketika berlangsungnya awal-awal pembukaan, kami mengikuti apel. Untung saja kami melakukan apel bukan di outdoor seperti di lapangan sekolah, melainkan di aula sekolah. Ya... hitung-hitung gak akan kejemur siang bolong begini.
Apel pun dimulai dengan formasi biasanya. Pusat apel(yang biasanya berupa pembina upacara dan kawan-kawannya) berada di tengah-tengah. Di sebelah kanan mereka ada dua kelompok barisan. Yang paling dekat adalah angkatan kelas sebelas laki-laki, dan disebelahnya adalah angkatan kelas sepuluh laki-laki. Aku (perempuan angkatan kelas sepuluh) berada di depan laki-laki seangkatanku dan sebelah barisanku adalah angkatan kelas sebelas perempuan yang berhadapan juga dengan murid laki-lakinya.
Kami membuat formasi baris-berbaris sekitar lima belas menit. Cukup lama mengingat formasi baris-berbaris ini hanya sekedar merapihkan diri, sejajar dengan teman sebelah kiri kanan dan teman di depan. Tapi yang namanya anak sma, susah sekali buat diatur. Kami (khususnya para perempuan) mengingnkan teman dekat kami yang berada di samping kanan atau kiri, berharap dapat diajak mengobrol di pertengahan apel.
Akhirnya apel pun di laksanakan. Setelah beberapa menit, pembina membuat kami jengkel dengan permintaanya. Kenyataan bahwa apel harus diulang dari awal. Itu dikarenakan pembina yang kurang puas dengan keadaan baris-berbaris kami. Paling sering alasannya berupa kami yang tak bisa diam. Berisik, banyak gerak, bercanda dan hal yang dimatanya adalah sebuah kesalahan yang tidak dapat ditoleransi. Katanya, sedikit pergeseran yang kami lakukan menimbulkan barisan yang tampak tidak teratur.
Apel pun dimulai kembali. Kami dituntut untuk berdiri tegak tanpa melakukan pergerakan lain. Tapi itu membuat badanku pegal-pegal. Rasanya ingin maju mundur, kesamping kanan atau kiri, melirik ke teman sebelah dan menjahili teman yang ada di sekitar. Jika aku sudah bertindak usil, biasanya nggak akan ada temanku yang mau deket-deket atau sekedar terjangkau oleh kaki tanganku. Mereka akan memaksa teman yang lainnya untuk tukeran posisi. Tapi karena memang sudah terkenal usil, orang yang dimintai pertukaran tempat pun tidak mau melakukan pergantian tempat.
Waktu dua puluh menit terasa sangat lambat. Setelah menyelesaikan apel, kami disuruh membuat kreasi-kreasi sesuai dengan permintaan pembina. Kali ini kami disuruh membuat sebuah bangunan dari kertas beberapa kertas buram dan kertas tebal yang aku tak tahu apa namanya. Pekerjaan tersebut dilakukan oleh setiap kelompok yang diatur sesuai barisan apel barusan.
  Kalau bangunannya sudah selesai, baru boleh pulang. “ kata salah satu pembina.
Setelah berkutat selama berpuluh-puluh menit, kami menyelesaikansebuah bangunan berbentuk masjid. Dengan riang gembira kami ke depan aula untuk memberikan hasil karya kami.
“Ini apa?” tanya salah satu pembina. Dia menggoyang-goyangkan miniatur tak jelas itu sambil menautkan alisnya.
“Itu masjid, bu. Lihat. ini kan ada kubahnya. Terus ini towernya, bu “ kata salah satu orang perwakilan dari kami.
Kulihat pembina itu membalikkan miniatur kami dan memperhatikan bagian bawahnya. Sedetik kemudian, dia menyodorkannya kepada kami dengan posisi masjidnya yang seudah berdiri tegak.
“ Ini masjidnya harus diperbaiki lagi. Alasnya kurang kuat. Betulin lagi sana! “ katanya.
Aku menghela nafas panjang lalu menghembuskannya secara kasar. Inikan masjid bohongan, kenapa harus ada renovasi segala? Diinjek juga pasti hancur.
Dengan segala kesabaran yang kami punya, kami pun memperbaikinya. Setelah itu menyerahkannya kembali kepada pembina.
“ Ini kok gak ada pintunya? Kamu mau masuk lewat mana? “ tanyanya lagi. “ Betulin lagi sana! “
Kekurangan dana, bu. Jawabku dalam hati. Aku benar-benar jengkel mendengar kata ‘lagi’ di dalam kalimatnya.
Kami pun menambahkan sebuah tempelan kertas untuk menyatakan bahwa kertas tersebut adalah batasan sebuah pintu. Lalu kami menyerahkannya kembali kepada pembinanya.
“ Bu, masjidnya sudah diperbaiki. Alasnya kuat dan ada pintu masuknya. Dijamin nyaman kalau kita berada di dalamnya “ kata temanku. Semoga kali ini tak ada kritikan lagi.
Pembina tersebut pun memperhatikan miniatur masjid itu, lalu menyodorkannya kembali.
“Maksud ibu, lubang pintunya. Bukan hanya batasan saja “ katanya.
Kami semua pun berbalik arah. Marah-marah sambil memperbaiki ulang.
“ Cuman beginian doang harus perfect banget. Mending Kalau bangunan asli dari batu bata gitu, baru boleh protes “
“ Ngulur-ngulur waktu buat pulang aja. Udah jam berapa ini? Ah.... elah! “
“ Kalau mau buat aja sendiri, jangan nyuruh-nyuruh orang kayak begini dong. Capek tau. “
Setelah selesai membuat lubang untuk pintu yang hampir melebar kemana-mana (tadinya mau disobekin aja semuanya), kami pun berjalan kearah pembina dan menyodorkannya miniatur lagi.
“ Pintunya kurang rapi. “ katanya lagi.
Aku pun menyambar miniatur tersebut dan melipat sobekan tersebut ke arah dalam. Memberikan garis tegas antara tembok bagian depan masjid dan bagian dalam masjid yang hitam. Membuat bangunan tersebut seolah-olah memiliki pintu yang dijorokkan kedalam.
“ Udah rapi, bu “ kataku lagi.
Pembina itu pun melihat-lihat kesekelilingnya. Mungkin mencoba mencari kesalahan.
“ Ya udah. Kalian boleh pulang sana. “ Seketika itu kami pulang dengan perasaan gondok karena jam waktu pulang yang tersita oleh kegiatan menyebalkan ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar