Tidak seperti sekolah lain pada
umumnya, sekolahku mengadakan sebuah kegiatan sebelum melepas para muridnya
berlibur untuk tahun baru. Atau mungkin kebebasan sementara setelah melewati
satu semester yang diakhiri dengan ulangan semester pertama.
Pada awalnya, kami sangat
terbebani oleh adanya kegiatan tersebut. Siapa yang tidak keberatan jika
mendapati dirinya harus memasuki kawasan layaknya kandang buaya. Apalagi harus
menginap segala, dua hari satu malam.
Sekolah menuntut kami untuk
belajar militer di sebuah markas angkatan laut nasional yang ada di Jakarta.
Bagi kami para pelajar, khususnya kaum perempuan sudah membayangkan betapa
menderitanya kami disana.
Di hari keberangkatan kami ke
markas, kami menaiki tronton yang biasanya dipakai untuk mengangkut para
angkatan laut. Tronton tersebut memang telah disediakan oleh pihak angkatan
laut untuk kami. Mereka mengerahkan empat tronton yang nantinya akan dihuni
oleh dua angkatan. Dua tronton dipakai untuk satu angkatan, satu untuk
perempuan dan satunya lagi untuk laki-laki.
Selain menaiki tronton, kami juga
memakai perahu sebagai alat transportasi untuk sampai ke tempat tujuan. Satu
perahu digunakan untuk kami semua. Tapi berbeda pola pakainya dengan tronton.
Perahu akan bolak-balik ke tepian untuk mengangkut sebagian-sebagian dari kami.
Aku dan rombonganku adalah adalah
bagian dari kelompok terakhir. Itu artinya kami adalah yang terakhir sampai di
markas. Kami diarahkan ke sebuah gor besar dengan harus berjalan
baris-berbaris. Di gor kami menaruh bawaan kami dan kembali keluar untuk
melakukan apel sambutan.
Kami digiring ke sebuah tempat
dimana ada sebuah jalan beton panjang dan lebar yang dijadikan sebagai
perbatasan daerah tersebut dengan laut lepas. Jalan itu bukanlah daratan yang
dibawahnya berupa tanah bumi, melainkan air laut yang disanggah oleh besi
besar. Jalan tersebut merupakan jalan
lurus yang di satu sisinya menghubungkan beberapa sisi dari daratannya. Dan
disisi lainnya dibentuk trotoar kecil untuk batasan dari perbatasan tersebut.
Kami melakukan apel menghadap
utara tempat tersebut. Ditemani oleh angin yang tidak ramah dan mental kami
yang sebelumnya jarang (atau mungkin satu atau dua kali dalam setahun)
melakukan upacara membuat kami sangat lelah meskipun apel baru dilaksanakan 45
menit. Apel seperti ini juga mengharuskan kami berjemur di bawah matahari,
membuat kami berpikir bagaimana cara mengembalikan warna kulit seperti beberapa
waktu yang lalu.
Setelah selesai apel, kami semua
di arahkan ke berbagai sub unit dari markas angkatan laut. Mereka
memperkenalkan satu tempat ke tempat yang lainnya. Tak lupa juga mereka
mengajak kami ke kapal besar yang tepikan di ujung tempat ini.
Hari-hari kami dilalui dengan
kehidupan militer. Belajar PBB, harus menuruti kemauan para angkatan laut
(seperti tidak boleh berbicara, badan harus tegap), sampai waktu makan yang
dibatasi. Dan perlu diketahui bahwa semua yang kami lakukan harus baris
berbaris. Tidurpun juga begitu. Semuanya rapih berhadap-hadapan sesuai dengan
ketentuan mereka.
Di penghujung acara, mereka
mengumpulkan kami untuk melakukan apel penutupan. Apelnya persis dengan apel
yang pertama. Ditempat yang sama, dengan ditemani oleh para angkatan yang sama.
Setelah itu mereka mengadakan
acara organ tunggal dadakan. Jujur saja, kami tidak menikmati acara tersebut.
Itu acara yang sangat membosankan(menurutku).
Setelah itu kami pulang dengan
menaiki perahu dan tronton. Lega rasanya menyelesaikan kegiatan yang tidak
menyenangkan tapi harus dilakukan menyangkut resiko yang akan didapatkan jika
tidak mengikuti kegiatan inui. Semoga di kegiatan lainnya, tak ada lagi acara
menyebalkan seperti ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar